Langsung ke konten utama

Kualitas Kertas Koran

Saya tidak berlangganan koran, tapi ajeg membaca koran di perpustakaan. Entah koran nasional atau lokal, menggunakan bahasa Indonesia atau Inggris, semua saya baca. Selain kualitas artikel, tulisan dan grafis, ada hal lain yang menarik perhatian saya, yaitu kualitas kertas koran.

Kualitas kertas koran tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas konten dan harga. Koran-koran dari Kompas Gramedia Grup punya kualitas artikel, kertas dan cetakan yang bagus sekali, tidak ada keraguan akan hal itu. Kompas, Kontan, atau JakartaPost mengandung tulisan berbobot plus kualitas kertas dan cetakan mumpuni, membuat semua pembacanya puas dan bersedia berlangganan sampai bertahun-tahun walau harganya relatif mahal.
Namun Media Indonesia dan Republika, dengan kualitas cetakan dan kertas nyaris serupa dijual lebih murah. Media Indonesia dan Republika dijual dengan kisaran ±3ribuan. Memang kualitas tulisan di kedua koran nasional tersebut tidak sebagus Kompas cs. Tapi selisih harga yang mencapai 50% (satu eksemplar kompas seharga 4500) bisa membuat pembaca yang sensitif harga dan kurang peduli konten beralih ke kedua koran tersebut.
Yang agak mengejutkan adalah Jawa Pos dan turunannya. Walau selisih harganya dengan Kompas mencapai 30%, tapi ukuran atau dimensi korannya lebih kecil. Kualitas kertas dan cetakannya pun tidak sebagus Media Indonesia atau Republika. Bahkan kualitas artikel dan riset datanya di bawah Media Indonesia bahkan Tribun. Kualitas kertas dan cetakan Jawa Pos hanya sedikit di atas Suara Merdeka. Kualitas sejumlah kertas koran dan cetakan Tribun (versi lokal dari Kompas di tiap provinsi) masih di atas Jawa Pos.
Menurut saya, kualitas kertas dan cetakan Suara Merdeka dan Kedaulatan Rakyat adalah yang paling rendah. Kualitas kertas Suara Merdeka sedikit di atas Kedaulatan Rakyat, tapi hasil cetak huruf dan gambarnya sering berbayang, buram dan salah warna. Kalau dibaca dalam waktu lama, tangan kita akan kotor oleh serbuk tinta koran.
Kualitas cetak dan kerta Kedaulatan Rakyat adalah yang terburuk. Kertasnya ringkih, gampang sobek, buram dan tajam sekali bau tintanya. Cetakan hurufnya sering mengabur dan cuma butuh sekali sentuh untuk membuat tangan kita kotor oleh bubuk tintanya. Walau demikian, kualitas laporannya relatif netral. Beritanya tidak dibumbui pendapat wartawan dan tidak berpihak pada kepentingan tertentu.

Cara paling mudah mengukur kualitas kertas adalah melihat seberapa besar penjual gorengan atau warung makan padang bersedia membayar 1 kg kertas koran. Kompas Grup (Kompas, Kontan, Tribun, Jakarta Post), Media Indonesia dan Republika biasanya dihargai 3-4ribu per kilogram. Jawa Pos 2ribuan. Kedaulatan Rakyat dan Suara Merdeka seribuan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

The Last Ship

Sebuah virus yang lebih mematikan dari Ebola dan lebih menular dari SARS menyerang penduduk bumi. Belum ada vaksinnya. Penduduk dunia yang tewas karena virus bertambah dengan cepat dari hari ke hari. Harapan terakhir ada di pundak virolog Dr. Rachel Scott dan awak kapal USS Nathan James. Mereka berjuang mencari vaksin virus tersebut agar dapat segera diberikan kepada orang-orang yang terinfeksi. The Last Ship adalah tontonan yang tepat bagi wanita pencandu ketegangan tapi tidak ingin kehilangan hiburan wajah-wajah tampan. Marinir-marini kapal USS Nathan James adalah gambaran ideal pasukan angkatan laut. Taktis, kuat, gesit, lincah, serba bisa, dan lumayan punya rasa humor. Bagi para wanita, inilah salah satu serial yang memanjakan mata.