Langsung ke konten utama

Jakarta!: sebuah novel By Christophe Dorigne-Thomson

       Dengan melirik covernya saja kita langsung tahu bahwa novel ini kisahnya lain dari novel pasaran. Di covernya, Jakarta! melukiskan bola dunia di dalam belahan kulit durian dengan revolver sebagai pengganti huruf J di kata Jakarta. Saya akui, sampulnya mengingatkan Jakarta akan julukan tenarnya, The Big Durian.

     Berkisah tentang kehidupan Edwin Marshall, seorang pembunuh bayaran dengan latar belakang bisnis manajemen, Jakarta! mengangkat tema gegar budaya dan pergeseran kekuatan geopolitik. Dengan mengambil mobilitas tokoh utamanya yang berpetualang keliling dunia, Christophe mengemukakan opininya tentang berbagai negara, antara lain: Jepang, Prancis, Jerman, China, Brazil, Paraguay, Kuba, Rusia, India, dan Indonesia. Walaupun judulnya diambil dari nama ibukota Indonesia, porsi Indonesia dan Jakarta kurang dari 10% dari keseluruhan isi novel. India dan Prancis lebih banyak disebut dan diceritakan.

            Di Jakarta kita tidak akan menemukan dialog. Semua kalimatnya bernarasi deskriptif. Kita tidak akan tahu apa yang tokoh-tokohnya rasakan dalam dialog. Karakter tokoh, konflik antar tokoh dan alur cerita disusun secara eksplisit, tercantum dalam paragraf-paragraf kering. Sampai-sampai karakter hampir semua tokoh dituliskan dengan detail saat perjumpaan tokoh utama dengan karakter lain. Membuat pembaca bertanya-tanya apa sebegitu sulitnya mengarang dialog perkenalan dan konflik.
          Konflik emosi antar karakter nyaris tidak ada. Saat adik Edwin, Nigel, meninggal seluruh anggota keluarga hanya digambarkan sangat sedih, sengsara dan mati rasa. Saat kekasih edwin hamil, hanya digambarkan betapa bahagianya ia sampai melompat. Sesudah itu kering,tanpa emosi.
            Membaca Jakarta! seperti membaca narasi opini dalam blog-blog media online terkemuka dan “serius” seperti Businessweek dan Guardian. Kita jadi lebih mengenal negara-negara yang diceritakan dalam narasi dibanding karakter tokoh-tokohnya. Misalnya: Prancis digambarkan sebagai negara yang cupet, kuno tapi tamak, Jepang antusias tapi sulit meminta maaf atas kesalahan di Perang Dunia II dan populasinya menua, Jerman pintar merencanakan, menata dan mengeksekusi strategi jangka panjang (bahkan secara eksplisit dituliskan Jerman raja Eropa), India haus transfer teknologi, Arab bodoh tapi kaya, dan lain-lain. Narasi geopolitik ini mencakup 70% dari isi buku. Hampir tiap halaman ada pandangan ekonomi atau geopolitik penulis terhadap suatu negara. Rasanya seperti Joseph Weisenthal atau Nouriel Roubini yang memaksakan diri menulis novel. Kesannya, Christophe lebih jago menulis analisa politik dan keuangan global daripada mengarang novel.
            Dari Jakarta! pembaca bisa mendapat perspektif baru tentang pergeseran kekuatan ekonomi di dunia. Asia sedang bangkit, dimotori oleh China dan India. Kebangkitan kedua negara ini mengangkat perekonomian negara-negara Asia lain dan Afrika. China dan India butuh bahan baku dan energi dalam jumlah besar sehingga mereka gencar mengimpor batubara dan mengembangkan nuklir. China butuh pasar besar untuk memasarkan produk-produknya, maka mereka menancapkan investasi modal di kawasan Asia dan Afrika.
            Di sisi lain, Jepang dengan aging populationnya tidak sanggup mengikuti derap langkah China dan India. Deflasi dan penggangguran menutup peluang mereka. Jepang memang masih rajin menelurkan ratusan inovasi tiap tahun, tapi mereka kesulitan memasarkan produk-produknya karena sibuk berkonflik dengan tetangga-tetangganya.
            Eropa pun sudah menua seperti Jepang. Di benua ini, hanya Jerman yang sanggup bertahan. Nilai surplus ekspornya sangat besar, hampir 3 kali lipat surplus China. Masalahnya, Jerman harus mengatasi krisis Euro, pengangguran di seluruh Eropa dan pengungsian (hampir) seorang diri. Negara-negara Eropa lain masih sibuk dengan urusan politik dalam negeri mereka. Akan tiba saatnya Jerman berpikir untuk keluat dari zona Euro untuk mempertahankan supremasi ekonominya. Negara-negara seperti Prancis atau Belanda sudah mulai kehabisan nafas bersaing di kancah perekonomian dunia. Spanyol, Italia, Yunani, Siprus dan Portugal sudah jelas-jelas kalah dan sibuk merengek bantuan ke Jerman.
            Jakarta! memberikan informasi dan pola pikir yang baru bagi kita untuk memandang dunia. Bagi yang pnya visi ekonomi global, novel ini wajib dimiliki. Hanya dengan menamatkannya kita bisa mengetahui dan memahami dinamika ekonomi dan geopolitik global. Jangan pikirkan masalah cerita atau plot. Tempatkan diri kita di posisi Edwin dan lihatlah dunia dalam perspektif global. Selamat membaca.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

The Last Ship

Sebuah virus yang lebih mematikan dari Ebola dan lebih menular dari SARS menyerang penduduk bumi. Belum ada vaksinnya. Penduduk dunia yang tewas karena virus bertambah dengan cepat dari hari ke hari. Harapan terakhir ada di pundak virolog Dr. Rachel Scott dan awak kapal USS Nathan James. Mereka berjuang mencari vaksin virus tersebut agar dapat segera diberikan kepada orang-orang yang terinfeksi. The Last Ship adalah tontonan yang tepat bagi wanita pencandu ketegangan tapi tidak ingin kehilangan hiburan wajah-wajah tampan. Marinir-marini kapal USS Nathan James adalah gambaran ideal pasukan angkatan laut. Taktis, kuat, gesit, lincah, serba bisa, dan lumayan punya rasa humor. Bagi para wanita, inilah salah satu serial yang memanjakan mata.