Langsung ke konten utama

Kegagalan Pertanian Organik : Hit by Reality

Sebuah tayangan TV Jerman DWTV bulan lalu menarik perhatian saya. Liputan tersebut bercerita tentang seorang petani organik yang kembali ke pertanian konvensional. Biaya menjadi alasan utamanya. Pertanian organik menuntut petani mensertifikasi produk-produk pertaniannya. Dan lembaga sertifikasinya tidak cuma satu, tapi buanyakkk. Sertifikat tersebut harus diperbarui tiap tahun. Syarat-syarat pembaruannya pun bejibun dan mahal. Di antaranya petani harus bisa membuktikan tidak memakai pupuk kimia, perstisida kimia dan harus menerapkan metode pascapanen tanpa bahan kimia.

Menilik aset-aset yang dimilikinya, petani organik itu termasuk petani yang makmur. Ia punya ranch sapi dan lahan pertanian puluhan hektar. Kalau memakai logika orang Indonesia, hasil pertanian dan peternakannya pasti menguntungkan walau memakai sistem organik sekalipun. Apalagi Pemerintah Jerman mensubsidi pertanian organik.
image courtesy of thewifeofadairyman.blogspot.com
Namun coba kita lihat lebih dekat. Pertanian organik melarang kehadiran nyaris semua produk kimia dalam pupuk, pestisida dan pascapanen. Apalah artinya tanaman yang kekurangan unsur hara? Bahan kimia dalam pupuk organik masih molekul kompleks yang sulit diserap akar. Pupuk organik tersebut memang menyehatkan tanah, tapi produktivitas tanaman menurun karena tidak ada makanan yang diserap akar.
Tingkat kematian hama akibat pestisida organik juga teramat rendah. Pestisida organik tidak bisa memberantas serangga bercangkang dan sebagian besar bakteri. Sebelum hama dan penyakit tumpas, tanaman keburu meranggas dan mati. Petani seolah bekerja sia-sia saat tanaman mati.
Penerapan teknologi pascapanen pun tidak lepas dari bahan kimia. Petani buah-buahan khususnya akrab dengan penggunaan lilin dari gula atau PEG untuk mengawetkan buah-buahan sehingga buah bisa bertahan berbulan-bulan. Tanpa PEG dan hanya mengandalkan kertas koran atau pengaturan suhu gudang (kecuali punya gudang elektrik) hanya akan membuat hasil pertanian membusuk.
Biaya kerugian yang harus ditanggung petani karena menolak memakai bahan kimia dalam kegiatan budidaya telah membuat mereka menderita kerugian karena tanaman-tanaman mati.
Petani dalam liputan DWTV tersebut mempunyai sejumlah ternak yang pakannya tergantung pada hasil pertanian. Kalau hasil pertanian habis dijual dan tidak ada yang tersisa karena jumlahnya yang sangat sedikit, apa yang harus dimakan ternak-ternaknya? Kebanyakan hasil pertanian organik cuma seperempat dari pertanian konvensional.
Setelah menderita kerugian selama 3 tahun akibat pertanian organik, akhirnya ia menyerah dan kembali ke pertanian konvensional. Keluarga dan ternak-ternaknya butuh makan dan mereka tidak bisa terus-terusan menanggung kerugian.
Pertanian organik ternyata tidak seindah liputan Trubus. Bahkan saat disubsidi sekalipun. Produksinya sedikit, biayanya besar dan tidak bisa mencukupi kebutuhan atau permintaan pasar. Bayangkan bila 10% populasi petani yang beralih ke pertanian organik kembali lagi ke pertanian konvensional, berapa kali lipat tambahan produk pertanian yang bisa diperoleh?
Lalu kenapa banyak universitas atau lembaga menjual pertanian organik? Menurut saya hal itu berkaitan dengan insentif moral. Mereka merasa telah melakukan hal baik dengan melestarikan lingkungan dan mengajak orang lain untuk melestarikan lingkungan pula. Walaupun mereka tidak ikut menanggung konsekuensinya. Pelaksana di lapangan, yaitu petani, lah yang harus menanggung konsekuensi dan kerugian karena mengaplikasikan pertanian organik. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Scribd vs SlideShare vs Academia.edu

Manusia dimanapun membutuhkan masukan orang lain untuk belajar. Apalagi di abad 21 ini. Presentasi yang merupakan salah satu cara untuk membujuk orang lain agar setuju dengan pendapat kita pun perlu dipelajari tips dan triknya. Dan tidak semua orang bisa melakukan presentasi dengan menarik atau membuat materi presentasi, entah di Power Point atau di Prezi, dengan baik.  Untuk itulah dibutuhkan situs berbagi berkas presentasi dan cara mempresentasi seperti TED (Technology, Entertainment, Design) dan SlideShare. Dari situs-situs seperti tiulah kita bisa belajar bagaimana melakukan presentasi dengan baik. Dari situs semcam Academia.edu, Scribd dan Slideshare, kita mendapat pilihan materi presentasi paling sesuai, desain terbaik atau informasi layout seperti apa yang paling efektif menarik perhatian.

Perdagangan Surat Hutang (Obligasi)

Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang (jangka waktu 3-5 tahun) yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Obligasi ( bonds ) dapat diperdagangkan dengan 2 cara, yaitu lewat Bursa Efek Indonesia (BEI) dan melalui perantara pihak perbankan ( over the counter ).