Langsung ke konten utama

War: What Is It Good For? by Ian Morris

Sejarah, paling tidak pelajaran sejarah, kerap menunjukkan perang sebagai sesuatu yang menakutkan. Ratusan ribu orang tewas, kelaparan melanda di area perang, wanita-wanita dibunuh dan diperkosa, lelaki dan anak-anak diperbudak, jutaan orang cacat seumur hidup. Penggambaran perang yang merujuk pada Perang Dunia II dan perang Vietnam inilah yang banyak dirujuk oleh buku-buku sejarah Indonesia dan tayangan televisi.
Ian Morris melihat perang dari sisi lain. Perang pasti membawa bencana, wabah penyakit, dan korban jiwa. Tapi tahun-tahun pasca perang juga membawa kemakmuran dan kesejahteraan. Pihak yang kalah perang menjadi bagian atau subordinat dari pihak pemenang. Mereka dilindungi dan bebas melakukan kegiatan sehari-hari, seperti bertani atau berdagang. Perekonomian berkembang. Taraf hidup meningkat. Ilmu pengetahuan dan filsafat maju. Teknologi baru ditemukan. Populasi manusia pun ikut bertambah. Itu baru dari sisi sosial dan ekonomi.

Dari sisi keamanan, situasi pasca perang yang produktif pun lebih aman. Lebih sedikit tindak kriminal. Adanya patroli keamanan di area pihak yang kalah oleh pihak pemenang perang membuat rasa aman penduduk dan kestabilan terjaga.
Morris menuturkan argumen kebaikan perang dari masa primitif manusia, ke masa kekaisaran Tiongkok, Romawi, Mughal, dan Persia, hingga ke abad 21, di mana Amerika Serikat menjadi polisi dunia. Ia menjelaskan kenapa kekaisaran-kekaisaran tersebut maju dan menyusut, apa yang menyebabkan perkembangan dan kemunduran tersebut, tantangan-tantangan yang mereka hadapi, area kekuasaan mereka, kapan mereka berkuasa, keunggulan-keunggulan tiap kekaisaran, dan bagaimana mereka memanfaatkan perang untuk tujuan produktif.
Membaca buku ini serasa membaca buku sejarah dunia dengan perspektif lain. Walau selama ini kita dicekoki anggapan bahwa Majapahit adalah kerajaan terbesar di dunia, tapi ternyata ia tidak ada apa-apanya dibanding Tiongkok dan Romawi. Pembaca juga disadarkan bahwa setiap kekaisaran punya keunggulan teknologi dan arsitektur bangunan sendiri-sendiri. Tiongkok punya kapal, crossbow dan mesiuindia dan persia punya gajah. Romawi punya infanteri. Tiongkok punya armada laut dan tembok ratusan kilometer. Roma punya Colosseum, aquaduct, dan viaduct. Persia punya taman tergantung dan kuil-kuil menjulang. India punya kereta perang dan rumah sejuk.
Dari buku War: What is it Good For?, pembaca diajak menghargai dan mengapresiasi masa-masa damai. Kedamaian tidak akan ada jika tidak ada pihak yang bertanggung jawab atas keamanan, atau globocop. Globocop tidak akan ada tanpa perang dan peralatan perang. Paradox dari perang adalah: semakin sukses sebuah peperangan, semakin lama kedamaian yang diciptakannya. Perang dibutuhkan untuk menciptakan kedamaian.
Buku setebal 654 halaman ini sangat layak dikoleksi, terutama karena bisa didapat di Google Play dengan harga IDR 200ribu saja. Namun saya sarankan untuk membeli versi fisiknya di Periplus, karena buku ini sesuai dibaca berulang kali di kala bosa. 4.5 dari 5 bintang untuk War: What is it Good For?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

The Last Ship

Sebuah virus yang lebih mematikan dari Ebola dan lebih menular dari SARS menyerang penduduk bumi. Belum ada vaksinnya. Penduduk dunia yang tewas karena virus bertambah dengan cepat dari hari ke hari. Harapan terakhir ada di pundak virolog Dr. Rachel Scott dan awak kapal USS Nathan James. Mereka berjuang mencari vaksin virus tersebut agar dapat segera diberikan kepada orang-orang yang terinfeksi. The Last Ship adalah tontonan yang tepat bagi wanita pencandu ketegangan tapi tidak ingin kehilangan hiburan wajah-wajah tampan. Marinir-marini kapal USS Nathan James adalah gambaran ideal pasukan angkatan laut. Taktis, kuat, gesit, lincah, serba bisa, dan lumayan punya rasa humor. Bagi para wanita, inilah salah satu serial yang memanjakan mata.