Langsung ke konten utama

Social Business: PolyGlu di Bangladesh



Setiap hari minggu, NHK Jepang menayangkan program yang menginspirasi. Minggu lalu, 21 Desember 2014, mereka menayangkan program CSR yang dilakukan PolyGlu di Jepang. PolyGlu adalah perusahaan penyedia serbuk penjernih air. Hanya dengan 1 gram serbuk PolyGlu yang dilarutkan ke 1 liter air, kita bisa menjernihkan air tersebut hingga layak minum.

PolyGlu berinisiatif membangun fasilitas penjernih air di Bangladesh, negara miskin dengan penduduk padat di Asia Selatan. Awalnya fasilitas air bersih PolyGlu disambut sukacita oleh penduduk sekitar. Eksekutif PolyGlu punpulang ke Jepang dengan perasaan bangga karena sudah melaksanakan kewajibannya (beramal).
Tiga bulan kemudian, mereka kembali ke Bangladesh. Alangkah terkejutnya mereka saat melihat fasilitas air bersih itu sudah lenyap tak bersisa. Di sinilah mereka mulai menyadari dan mengakui kesalahan pendekatan CSR mereka. PolyGlu pun berinisiatif mengubah pendekatan mereka.
Tidak ada gunanya membuat fasilitas sosial bagus jika tidak terintegrasi dengan masyarakat sekitar. Orang yang menjaga kilang penyuling air perlu dibayar. Jika ingin memakai pendekatan bantuan sosial ala LSM atau pemerintah, warga akan langsung menjual dan mengabaikan fasilitas sosial segera setelah mereka mendapat uang. Tapi jika memakai pendekatan bisnis, fasilitas kilang air tersebut bisa diharapkan berkelanjutan.
Pendekatan seperti apa yang dilakukan PolyGlu? Mereka membangun ulang fasilitas penyulingan air, tapi warga desa harus membayar iuran setara $2 per rumah tangga. Iuran ini diperlukan untuk membayar 6 orang pekerja dan merawat fasilitas tersebut. Mereka juga menawarkan fasilitas antar jemput ke desa yang agak jauh dari kilang air. Hanya dengan 2 sen per kendi, rumah-rumah tersebut bisa menikmati air bersih dengan kualitas setara air mineral.
Penduduk sekitar kilang air menyambut pendekatan ini dengan antusias. Dalam perhitungan mereka, uang setara $2 per bulan jauuuuuuhhh lebih murah dibanding biaya obat-obatan akibat diare. 2 sen per kendi juga jauh lebih murah dibanding harus membeli air mineral dengan volume yang sama. Pekerja fasilitas kilang air senang karena mereka bekerja dengan penghasilan yang pantas dan nilai sosial tinggi. Mereka tidak merasa keberatan harus bekerja shift (bergiliran) siang malam plus tidur dekat kilang karena mereka merasa pekerjaan mereka mampu meningkatkan kualitas hidup keluarga mereka dan masyarakat.
Pemberdayaan paling mengena yang dilakukan PolyGlu adalah mengajak wanita-wanita Bangladesh menjual serbuk PolyGlu. Pemikiran direksi PolyGlu: jika orang hanya kulakan membeli air di penyulingan, lama-lama mereka akan bersaing dengan penduduk lokal yang membayar iuran bulanan. Namun jika mereka bisa membersihkan air sendiri, mereka tidak perlu susah payah mengangkut jerigen air ke kilang air. Target pemasaran utama mereka adalah ibu-ibu rumah tangga yang sering berurusan dengan air, baik untuk masak, mencuci, atau mandi. Karena targetnya ibu rumah tangga, maka PolyGlu pun merekrut ibu-ibu rumah tangga menjadi tenaga pemasaran mereka.
Ibu-ibu ini dilatih mengenai bahaya diare dan disentri, manfaat air bersih, product knowledge, cara penggunaan PolyGlu, dan metode pengkaderan tenaga-tenaga pemasaran baru. Setiap sales diberi target penjualan bubuk PolyGlu. Jika melampaui target, mereka diberi bonus. Setiap minggu mereka membandingkan data penderita diare dengan penjualan bubuk PolyGlu. Korelasinya: semakin banyak botol bubuk yang terjual, semakin sedikit keluarga dan anak-anak yang terserang penyakit. Ibu-ibu sales ini pun dianjurkan merekrut tenaga pemasaran untuk desa yang belum tersentuh air bersih.
Dibandingkan dengan pendekatan penjualan air dan pembuatan kilang air, pendekatan pemberdayaan wanita lah yang memberi dampak sosial paling luas. Ibu-ibu sales PolyGlu yang tadinya tidak punya penghasilan sendri, jadi pnya uang tambahan. Mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya lebih tinggi dan memberi makanan lebih bergizi kepada keluarganya. Salah seorang sales bahkan bisa menyisihkan sebagian penghasilannya, ia bermimpi bisa menyekolahkan anak-anaknya di Fakultas Kedokteran dengan berjualan serbuk PolyGlu. Sales lain bermimpi desanya terbebas dari kematian anak akibat diare (di desanya, 3 dari 10 anak tewas akibat diare tiap tahun).
Bagi PolyGlu sendiri, nilai penjualan di Bangladesh mungkin tidak sebesar negara-negara Arab atau penjualan mereka ke korporasi. Tapi dampak kesehatan dan sosial yang diberikan jauh lebih besar dibandingkan PolyGlu di Arab Saudi atau Qatar. Dengan mengubah pendekatan sosial menjadi pendekatan bisnis, PolyGlu sudah berhasil membebaskan ribuan keluarga dari diare dan mengangkat harkat wanita di Bangladesh.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

The Last Ship

Sebuah virus yang lebih mematikan dari Ebola dan lebih menular dari SARS menyerang penduduk bumi. Belum ada vaksinnya. Penduduk dunia yang tewas karena virus bertambah dengan cepat dari hari ke hari. Harapan terakhir ada di pundak virolog Dr. Rachel Scott dan awak kapal USS Nathan James. Mereka berjuang mencari vaksin virus tersebut agar dapat segera diberikan kepada orang-orang yang terinfeksi. The Last Ship adalah tontonan yang tepat bagi wanita pencandu ketegangan tapi tidak ingin kehilangan hiburan wajah-wajah tampan. Marinir-marini kapal USS Nathan James adalah gambaran ideal pasukan angkatan laut. Taktis, kuat, gesit, lincah, serba bisa, dan lumayan punya rasa humor. Bagi para wanita, inilah salah satu serial yang memanjakan mata.