Langsung ke konten utama

NHK Programs : Tokyo Eye

    (video bukan merupakan program Tokyo After Midnight dari NHKNews)
     Sebagian orang mungkin penasaran seperti apakah Tokyo sesudah tengah malam, ketika semua orang (sepertinya) sudah pulang, kantor-kantor dan pusat-pusat perbelanjaan ditutup. Edisi Tokyo Eye kali ini membahas Tokyo After Midnight. Host Tokyo Eye, Jasmine dan Cyril, mengelilingi distrik-distrik di Tokyo sesudah tengah malam. Cerita dimulai saat pukul 12.00, ketika lampu yang menerangi sekujur Tokyo Tower dimatikan. 

    Pukul 01.00 AM di Shibuya Jasmine bertemu gadis-gadis yang akan dugem. Mereka datang ke Shibuya dengan kereta terakhir dan akan dugem sampai pagi, lalu pulang dengan kereta pertama. Sekelompok orang memanfaatkan waktu tengah malam untuk mencari kenalan secara acak. Untuk menjaga kehidupan malam Shibuya yang tetap ramai, sekelompok sukarelawan yang menamakan diri mereka Guardian Angels berkeliling ke seantero Shibuya untuk memastikan keamanan dan memberikan pertolongan bagi yang membutuhkan (misal:tersesat). 
    Ada satu tempat yang dinamakan Manga Cafe yang buka 24jam. Tempat ini mirip warnet tapi yang disediakan lebih beragam. Dengan hanya 200-210 yen per jam kita disuguhi komik, novel, majalah, internet dan DVD yang bisa dinikmati dalam bilik berukuran 1m x 1.5m yang berisi komputer dan sofa empuk. Ada juga nail art gratis bagi yang berminat (tapi daftar dulu), minuman gratis, dan kamar mandi yang dilengkapi shower. Beberapa Manga Cafe sengaja didesain untuk mereka yang ketinggalan kereta karena tarifnya yang lebih murah daripada hotel.
    Di Shinjuku florist-florist sibuk merangkai dan mengirim bunga ke kafe-kafe untuk para wanita. Rangkaian bunga itu dimaksudkan sebagai pujian atau sanjungan dari teman pria mereka kepada kekasih atau teman wanita mereka. Di kafe-kafe ini disediakan gadis-gadis teman ngobrol bagi para pengunjung yang akan mengajak pengunjung bercanda, main games, minum, ngobrol dan kegiatan-kegiatan pelepas stres lainnya.
    Sedangkan Cyril, pada pukul 00.20 AM ia berada di kawasan Shinbashi, sebuah kawasan bisnis terkemuka di Tokyo. Di sini setiap orang terbur-buru mengejar kereta terakhir sehingga tak seorang pun bersedia diwawancara. Pukul 01.30 AM pintu stasiun Shinbashi ditutup karena kereta terakhir sudah berangkat. Shinbashi pu sepi. 
     Cyril berjalan kaki menuju Ginza yang letaknya dekat. Jalan-jalan di Ginza sepi, tapi klub-klub tempat clubbing baru buka. Ginza terkenal sebagai pusat kegiatan meramal di Tokyo. Saat tengah malam pun masih banyak peramal yang berpraktek.Cyril meminta diramalkan peruntungannya melalui garis tangannya. Sang peramal mengatakan bahwa Cyril akan berumur panjang dan punya banyak uang. Sambil bercanda Cyril menunjukkan garis-garis tangannya kepada penonton. Ginza tidak sesepi Shinbashi karena lampu-lampu jalannya lebih banyak, bahkan beberapa kantor tetap menghidupkan lampunya walau pegawainya sudah pulang.
     Sesudah diramal Cyril mengobrol dengan seorang pengemudi taksi. Pada malam hari ketika kereta dan subway (kereta bawah tanah) sudah tidak beroperasi adalah saatnya taksi mengambil alih sebagai moda transportasi utama Tokyo. Tidak heran saat tengah malam sangat banyak taksi berkeliaran di jalan-jalan Tokyo. Ia pun naik taksi menuju Tokyo Station. Di perjalanan ia mengobrol dengan sopir taksi yang ditumpanginya. Dia bercerita bahwa jarak terjauh yang pernah ditempuhnya adalah Tokyo-Gunma (tarifnya 25000 yen). Cerita lainnya adalah bahwa salah seorang penumpangnya berkata bahwa pekerjaan sopir taksi mirip dengan konduktor orkestra, karena keduanya sama-sama membelakangi penonton :))
     Di Tokyo Station pukul 03.00 AM suasananya sama seperti Shinbashi, sepi walaupun jalanan cukup terang berkat cahaya lampu jalan. Hanya ada kehidupan di convenience store (toko serba ada 24 jam). Di sini juga ada toko pakaian yang buka 24 jam. Mereka melayani pekerja kantor atau kafe yang kebetulan masuk shift malam dan tidak sempat berbelanja di siang hari.
     Jasmin ke Roppongi naik taksi. Roppongi tetap berdenyut pada pukul 03.00 AM. Tempat ini merupakan pusat aktivitas ekspatriat. Ia berkenalan dengan beberapa ekspat yang sedang berjalan kaki. Lalu ia masuk ke Kingyo, sebuah cabaret club yang disinari cahaya luminescense merah. Disini dipentaskan berbagai macam lakon oleh waria dan pria yang aktif menari, menyanyi dan berinteraksi dengan penonton. Sepertinya cabaret club ini adaptasi modern dari kabuki (yang penarinya juga pria semua).
     Di Roppongi crossing Jasmine mengikuti seorang pengantar roti yang akan mengirim roti kepada seseorang yang berulang tahun. Ternyata yang berulangtahun sesama ekspatriat juga seperti Jasmine. Roti itu hadiah dari pemilik bar kepada pengunjung setianya yang berulang tahun. Jasmine pun makan roti sambil mengobrol dengan teman-teman barunya di Bar. 
    Di Munouchi, Cyril menyaksikan kegiatan perbaikan jalan. Malam hari adalah saat yang tepat untuk memperbaiki jalan-jalan karena nyaris tidak ada kendaraan yang melintas. Selain perbaikan jalan, tempat itu sepi. Tidak ada aktivitas.
    Kesanku setelah menonton program Tokyo After Midnight adalah : aku jadi tambah kepengen ke Jepang dan bekerja di sana. Ternyata di Tokyo ada begitu banyak hiburan, dari yang biasa macam dugem dan Manga Cafe sampai kabaret waria. Dan tujuan dari hiburan-hiburan tersebut (sepertinya) betul-betul untuk menghibur orang. Penari kabaret dan gadis teman ngobrol berharap pengunjung  bersenang-senang dan melupakan beban sehari-hari lalu kembali segar keesokan harinya sesudah berkunjung ke tempat mereka.
    Yang paling membekas di ingatanku adalah MangaCafe dan Cabaret Kingyo. Aktris dan aktor di cabaret benar-benar menghayati setiap peran yang mereka mainkan. Mereka juga berusaha berinteraksi dengan melontarkan candaan-candaan kepada penonton. Manga Cafe begitu fungsional. Kalau lelah bisa numpang tidur karena sofanya empuk dan panjang. Kalo bosan bisa membaca karean ada ribuan bacaan yang disediakan, atau nonton TV streaming, atau menonton DVD yang disediakan.
    Kesan Tokyo yang sepi saat malam di satu area (Ginza dan Shinbashi) tapi ramai di area-area lain juga tergambar dengan baik. Terlihat betapa nikmatnya berjalan kaki di tempat yang sepi tapi aman di malam hari sambil menikmati lampu-lampu jalanan yang berkelap-kelip. Atau menyusuri keramaian Roppongi dan Shibuya sambil berkenalan dengan remaja setempat yang stylish, ramah, murah senyum dan bersedia menunjukkan jalan. Love this program :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

The Last Ship

Sebuah virus yang lebih mematikan dari Ebola dan lebih menular dari SARS menyerang penduduk bumi. Belum ada vaksinnya. Penduduk dunia yang tewas karena virus bertambah dengan cepat dari hari ke hari. Harapan terakhir ada di pundak virolog Dr. Rachel Scott dan awak kapal USS Nathan James. Mereka berjuang mencari vaksin virus tersebut agar dapat segera diberikan kepada orang-orang yang terinfeksi. The Last Ship adalah tontonan yang tepat bagi wanita pencandu ketegangan tapi tidak ingin kehilangan hiburan wajah-wajah tampan. Marinir-marini kapal USS Nathan James adalah gambaran ideal pasukan angkatan laut. Taktis, kuat, gesit, lincah, serba bisa, dan lumayan punya rasa humor. Bagi para wanita, inilah salah satu serial yang memanjakan mata.