Barusan baca Top 10 Best Value Destinations for 2011 dari LonelyPlanet.com. Sayangnya Indonesia tidak ada di daftar tersebut. Negara dan kota yang dianjurkan dalam daftar antara lain : Filipina, Bangladesh dan Paris. Salah satu kriteria yang dipakai adalah destinasi-destinasi yang dianjurkan dalam daftar tersebut tetap murah walaupun mata uang kita nilainya terdepresiasi. Karena LonelyPlanet adalah situs yang berbasis di Amerika maka mata uang yang digunakan adalah USD.
Saya heran kenapa Indonesia tidak ada dalam daftar. Padahal kurs USD terhadap IDR adalah 1 USD = 8800-9600 IDR. Tapi kemudian terpikir lagi betapa korupnya negara ini dan rendahnya tingkat penghargaan terhadap nyawa manusia. Korupsi membuat biaya perjalanan menjadi mahal karena dana banyak dihabiskan untuk biaya-biaya perijinan dan tip yang tidak perlu. Nyawa manusia disini harganya lebih murah daripada sekilo beras. Orang bisa dengan mudah membunuh hanya karena sebatang rokok. Lalu beberapa objek wisata sulit dijangkau dan tidak ada transportasi umum. Candi atau situs purbakala sebagian besar tidak terawat dan dipenuhi sampah. Mungkin itu sebabnya negara kita tidak dianjurkan dikunjungi. Apalagi iklan promosi wisata kita hanya beredar di televisi ASEAN saja, itupun jarang ditayangkan. Alasan klasik : dana. Sebetulnya dananya tersedia, cuma habis buat "bancakan" alias dikorupsi ramai-ramai.
Libur Natal dan Tahun Baru kemarin adalah waktu berwisata terbaik bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim. Toh mereka tidak merayakan Natal jadi sebaiknya pergi berwisata. Tempat yang termasuk ramai dikunjungi adalah Puncak, Yogyakarta dan Bandung menurut siaran televisi kita yang menganut paham Jakartaisme. Sebenarnya objek wisata lain juga tidak kalah bagus dan ramai, cuma tidak terliput media saja. Mungkin mengirim reporter ke objek wisata yang kurang terkenal dianggap menghabiskan biaya saja. Nah, di objek-objek wisata ini setiap hari bertebaran sampah yang jumlahnya mencapai satuan berat ton.
Ya, masyarakat Indonesia memang tidak membudidayakan membuang sampah di tempatnya. Kalau bisa dibuang di bawah meja, di pantai, di trotoar, di jalan, di sungai dan lain sebagainya kenapa harus repot-repot mencari tempat sampah. Alhasil pada Tahun Baru 1 Januari tukang sampah dan Dinas Kebersihan dan Taman harus lembur membersihkan sampah yang menggunung di obyek-obyek wisata. Saya melihat di TV bahwa sampah menutupi setiap jengkal pasir pantai di Ancol. Entah karena tidak ada tempat sampah yang tersedia atau memang pengunjung lebih suka buang sampah sembarangan.
Malioboro di Jogja adalah salah satu korban buang sampah sembarangan. Di hari biasa ketika jumlah wisatawan tidak terlalu membludak kawasan ini relatif bersih karena banyak tempat sampah tersedia. Petugas Kebersihan cukup menyapu dedaunan yang rontok dan beberapa sampah plastik yang dibuang wisatawan lokal luar kota yang bandel. Wisatawan mancanegara dan penduduk lokal yang datang ke Malioboro biasanya membuang sampah di tempat sampah. Kemarin ketika malam pergantian tahun dan liburan panjang, Malioboro menjadi tempat tujuan wisata utama yang diserbu wisatawan lokal luar kota. Bisa ditebak, kawasan ini macet dan sampah bertebaran di mana-mana. Bahkan petugas Dinas Kebersihan dan pengangkut sampah tidak bisa mengangkut sampah dengan maksimal karena banyaknya manusia yang beredar di Malioboro, dan membuang sampah sembarangan tentunya.
Kebiasaan membuang sampah yang tidak pada tempatnya dan Korupsi yang merajalela adalah gambaran masyarakat kita. Bagaimana mungkin masyarakat menuntut pemerintah yang bersih kalau mereka sendiri gila harta dan menginginkan kemudahan di segala hal tanpa perlu berusaha keras. Dan bagaimana mungkin kita berharap bisa menjaring 10 juta wisatawan Mancanegara setiap tahun kalau hampir di semua tempat wisata bertebaran sampah?
Komentar