Langsung ke konten utama

Battle of Living Room



 Saat sedang berada di rumah atau bersama keluarga, dimanakah biasanya kita berkumpul? Biasanya di ruang makan atau ruang keluarga (living room). Kedua ruangan tersebut memang ideal untuk berkumpul dan mengobrol bersama, entah sambil makan atau sambil menonton televisi. Kadang kedua ruangan tersebut disambung atau dijadikan satu untuk memberi suasana luas atau menimbulkan suasana lebih lega. Sambil mengobrol, kita bisa makan, menonton tv atau mengomentari pelbagai berita.


Pernahkah terlintas di pikiran, benda apa saja yang menempel di televisi? Untuk kalangan menengah ke bawah, biasanya tv sudah dilengkapi PS1 atau sound system sederhana. Kalangan menengah ke atas lebih bervariasi lagi. Di sekeliling TV ada Xbox, PS3/PS4, decoder TV Kabel, karaoke set hingga DVD/BluRay player. Aplikasi pelengkap TV adalah ladang bisnis menggiurkan bagi produsen audio/video.
Menurut kolumnis di Time, Businessweek dan Guardian, ada 2 hal yang diperebutkan dalam battle of living room. Yang pertama adalah media atau hardware pelengkap tv seperti konsol video game, decoder tv kabel, karaoke set, DVD/BluRay player, atau Chromecast. Yang kedua adalah waktu penggunaan. Waktu yang sudah sempit saat berkumpul bersama keluarga itu mau dipakai untuk nonton program atau acara dari stasiun tv, main game, streaming Youtube dari Chromecast, atau hanya untuk mengobrol saja.
Untuk memastikan setiap anggota keluarga memakai produk/jasa yang ditawarkannya, tiap produsen audio video memasang strategi yang berbeda. Tv berlangganan kebanyakan menyasar wanita atau ibu rumah tangga. Produsen ponsel menyasar remaja pria atau bapak muda. Produsen DVD/BluRay player dan karaoke set menyasar pasangan muda yang baru meniti karir dan menginginkan karaoke atau hiburan film terbaru di rumah.
Saking menggiurkannya bisnis pelengkap televisi ini, Sony dan Indovision sampai-sampai menyediakan berbagai paket dan lini hardware yang berbeda. Microsoft dan Samsung bahkan tidak segan mengucurkan dana ratusan juta dolar untuk menghasilkan perangkat berkualitas yang sesuai dengan selera konsumen.
Dari sisi konsumen atau pemakai, kita wajib memperhatikan apakah kita betul-betul membutuhkan segala macam perangkat keras tersebut. Dalam ekonomi, cara paling mudah mengukurnya adalah dengan analisis opportunity cost atau biaya kesempatan. Tiap kegiatan, seperti kerja, tidur, bermain game, streaming Youtube dihitung dengan mata uang (rupiah atau dolar). Kalau kita memilih salah satu, berarti ada hal lain yang dipilih untuk tidak dilakukan. Jumlah harga pilihan yang tidak dilakukan ini disebut opportunity cost.
Misal tidur dinilai $10, kerja $100, pemakaian waktu untuk menonton tv kabel dihargai $20, bermain game $30. Kita memilih tidur, opportunity costnya $150. Jika memilih kerja, opportunity costnya $60, menonton tv kabel opportunity costnya $140, bermain game opportunity costnya $130. Secara ekonomi, tidur merugikan karena opportunity costnya paling besar (walau kadang kita tidak peduli karena terlalu lelah dan tetap tidur, toh tidak ada duit yang betul-betul hilang).
Dari pemaparan di atas, kita bisa menghitung dengan analisis biaya kesempatan : perangkat apakah yang betul-betul kita butuhkan dan akan dipakai untuk apakah waktu kita yang betul-betul berharga ini?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

The Last Ship

Sebuah virus yang lebih mematikan dari Ebola dan lebih menular dari SARS menyerang penduduk bumi. Belum ada vaksinnya. Penduduk dunia yang tewas karena virus bertambah dengan cepat dari hari ke hari. Harapan terakhir ada di pundak virolog Dr. Rachel Scott dan awak kapal USS Nathan James. Mereka berjuang mencari vaksin virus tersebut agar dapat segera diberikan kepada orang-orang yang terinfeksi. The Last Ship adalah tontonan yang tepat bagi wanita pencandu ketegangan tapi tidak ingin kehilangan hiburan wajah-wajah tampan. Marinir-marini kapal USS Nathan James adalah gambaran ideal pasukan angkatan laut. Taktis, kuat, gesit, lincah, serba bisa, dan lumayan punya rasa humor. Bagi para wanita, inilah salah satu serial yang memanjakan mata.