Langsung ke konten utama

Harga Kesuksesan : Ketahanan dan Keberuntungan



Saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama saya sering merasa terpesona dengan orang-orang dan perusahaan-perusahaan sukses. Seolah mereka berhasil menaklukkan semua tantangan dan membuat mereka jadi manusia setengah dewa. Seolah keberhasilan mereka berlangsung selamanya dan mereka tidak terkalahkan.

Setelah buku-buku belasan tahun lalu dibaca lagi, barulah saya tersadar bahwa sebagian besar (±80%) perusahaan tersebut sudah tidak eksis lagi. Pimpinan eksekutif yang dulu tampak bagai manusia setengah dewa sekarang tak ketahuan rimbanya. Orang-orang sukses yang dulu tampak begitu memesona kebanyakan bangkrut atau kabur ke mancanegara. Sebagian beralih jadi pekerja sosial atau pindah bidang usaha karena merasa kosong dan bosan. Hanya sekitar 5% yang bertahan di bidang usaha yang sama dan berjuang mengatasi segala rintangan.
Perubahan-perubahan itu membuat saya merenung, bahwa dibutuhkan kesabaran dan ketahanan (persistence) untuk bertahan. Saat mencapai puncak sukses, mereka bisa saja terlena dan disalip kompetitor. Atau bosan dan beralih profesi. Atau terlalu sombong dan melakukan sejumlah kesalahan yang berakibat fatal (menggelapkan uang perusahaan, salah kalkulasi risiko, dan lain-lain).
Saya juga sadar, untuk setiap kesuksesan ada sejumlah kegagalan. Untuk setiap satu ide atau perusahaan yang berhasil sampai ke puncak ada puluhan hingga ratusan perusahaan yang gagal dan bangkrut. Untuk setiap Jamie Dimon yang berhasil ada ratusan Sri Mulyani yang gagal.
Keberuntungan pun memegang peranan besar. Tepatnya rentetan keberuntungan. Kalau tidak memulai usaha di awal era Orde Baru dan memegang monopoli mustahil Liem Sioe Liong dan William Suryadjaya bisa membangun kerajaan bisnis Indofood dan Astra.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagus Serap Air

    Konsekuensi dari tinggal di kamar kos dekat pohon besar adalah kamar yang lembab. Begitu pula dengan kamar saya. Tepat di depan kamar menjulang pohon mangga. Kaum tetumbuhan setiap malam rajin mengeluarkan karbon dioksida dan uap air sepanjang hari. Tidak heran kamar saya menjadi lembab, rentan jamur, baju dan buku terancam lapuk.     Untuk itulah saya memerlukan desiccants alias penyerap lembab yang dapat menyerap uap air dengan kuat. Saya pun mencoba Bagus Serap Air varian 450 ml sekali pakai. Bahan Aktif yang digunakan ialah butiran kalsium klorida (CaCl). Hasilnya? Dalam waktu 30 hari satu wadah penuh terisi cairan air dan garam yang berasal dari kelembaban di kamar saya.

Teh Tarik

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, minuman bernama teh tarik ini bisa dibilang barang baru. Minuman yang berasal dari campuran teh hitam dengan susu ini baru dikenal awal tahun 200an, saat beberapa restoran menawarkan menu-menu ala negeri jiran, terutama Malaysia dan Singapura. Teh tarik biasa disajikan bersama roti bakar dan wafel di restoran-restoran ini.     Teh tarik sering rancu diartikan sebagai teh susu. Walau benar sebagian, ada perbedaan kecil antara teh tarik dan teh susu. Teh tarik adalah teh susu yang dituang bolak-balik di antara dua gelas besar sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Teh susu yang biasa disajikan di booth-booth berbagai merek teh biasanya hanya teh hitam dicampur susu yang dikocok beberapa saat dengan es batu.

The Last Ship

Sebuah virus yang lebih mematikan dari Ebola dan lebih menular dari SARS menyerang penduduk bumi. Belum ada vaksinnya. Penduduk dunia yang tewas karena virus bertambah dengan cepat dari hari ke hari. Harapan terakhir ada di pundak virolog Dr. Rachel Scott dan awak kapal USS Nathan James. Mereka berjuang mencari vaksin virus tersebut agar dapat segera diberikan kepada orang-orang yang terinfeksi. The Last Ship adalah tontonan yang tepat bagi wanita pencandu ketegangan tapi tidak ingin kehilangan hiburan wajah-wajah tampan. Marinir-marini kapal USS Nathan James adalah gambaran ideal pasukan angkatan laut. Taktis, kuat, gesit, lincah, serba bisa, dan lumayan punya rasa humor. Bagi para wanita, inilah salah satu serial yang memanjakan mata.